BERSEPEDA DI DALAM KOTA
Dr. dr. F. X. Wikan Indrarto, Sp. A *)
Warga kota banyak yang menyatakan minat untuk bersepeda, tetapi khawatir tentang keselamatan di jalan. Meskipun sudah ada kemajuan pesat, namun kematian karena kecelakaan lalu lintas di jalan raya terus saja meningkat, dengan kematian tahunan global mencapai 1,35 juta kasus. Apa yang sebaiknya dilakukan?
Cedera lalu lintas di jalan raya kini menjadi pembunuh utama bagi anak dan remaja yang berusia 5-29 tahun. Secara global, dari semua kematian karena kecelakaan lalu lintas, pejalan kaki dan pengendara sepeda merupakan 26% korban. Sedangkan pengendara sepeda motor dan penumpang kendaraan merupakan 28% korban. Risiko kematian karena kecelakaan lalu lintas di jalan, sampai sekarang tetap mencapai tiga kali lebih tinggi di negara berpenghasilan rendah daripada di negara berpenghasilan tinggi, dengan tingkat tertinggi di Afrika (26,6 per 100.000 penduduk) dan terendah di Eropa (9,3 per 100.000 penduduk).
Pada tahun 2013 Pemerintah Kota Bangalore India mulai meluncurkan inisiatif Hari Bersepda (Cycle Day). Lalu lintas jalan diblokir pada satu hari Minggu per bulan selama setengah hari di seluruh kota, menciptakan ruang yang aman untuk berjalan kaki dan bersepeda. Kampanye komunikasi melalui media sosial dan organisasi lokal mendorong orang untuk menggunakan semua ruas jalan untuk bersepeda dan berjalan kaki ke berbagai tujuan dalam kota. Tujuannya adalah untuk mendorong warga menggunakan transportasi aktif, tetapi juga diharapkan penutupan jalan terhadap kendaraan bermotor (car free day) akan mengurangi polusi udara di daerah terdekat. Popularitas acara ini tumbuh dalam hal frekuensi dan kegiatan, dan acara menjadi rutin mingguan dan diadakan di beberapa lokasi. Sepeda gratis disediakan, acara bersepeda jarak pendek (3–5 km) diselenggarakan dan acara lainnya dapat diadakan di sepanjang ruas jalan seperti olahraga, berkesnian, dan permainan untuk anak.
Lebih dari setengah populasi dunia sekarang tinggal di kota, menggerakkan lebih dari 60% aktivitas ekonomi dan emisi gas rumah kaca. Karena kota memiliki kepadatan penduduk yang relatif tinggi dan padat lalu lintas, sebenarnya banyak perjalanan dapat dilakukan dengan lebih efisien menggunakan transportasi umum, berjalan kaki, dan bersepeda, dibandingkan dengan mobil pribadi. Ini juga membawa manfaat kesehatan utama melalui pengurangan polusi udara, cedera lalu lintas di jalan raya, dan lebih dari tiga juta kematian tahunan akibat tidak aktif secara fisik. Beberapa kota terbesar dan paling dinamis di dunia, seperti Milan, Paris, dan London, telah menanggapi pandemi COVID-19 dengan membuat jalan bagi pejalan kaki, dan memperluas jalur sepeda secara besar-besaran. Hal ini memungkinkan terjadinya transportasi yang jauh dengan beraktivitas fisik selama pandemi, meningkatkan kegiatan ekonomi, dan kualitas hidup warganya.
Saat ini lebih dari setengah populasi dunia sudah tinggal di kota, baik besar maupun kecil. Pada tahun 2050, proporsi itu diperkirakan akan meningkat menjadi hampir 70%. Pertumbuhan kota yang pesat ini menghadirkan tantangan dan peluang, juga terkait krisis perubahan iklim dan pandemi COVID-19, yang telah memperburuk ketidakadilan dan kerentanan sosial dan sistem kesehatan. Saat ini, lebih dari tujuh juta orang per tahun meninggal karena paparan polusi udara di kota, sekitar 1 dari 8 dari semua kematian. Lebih dari 90% orang menghirup udara luar ruangan dengan tingkat polusi yang melebihi nilai aman kualitas udara. Dua pertiga dari paparan polusi luar ruangan ini dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, yang juga yang mendorong perubahan iklim. Beberapa negara yang paling awal dan paling parah terkena COVID-19, seperti Italia dan Spanyol, dan negara yang paling berhasil mengendalikan penyakit ini, seperti Korea Selatan dan Selandia Baru, telah menempatkan pembangunan hijau di samping kesehatan sebagai jantung atas strategi pemulihan paska COVID-19.
Kemitraan untuk Kota Sehat (The Partnership for Healthy Cities) adalah jaringan global bergengsi dari 70 kota di dunia yang berkomitmen untuk menyelamatkan nyawa warganya dengan mencegah penyakit tidak menular (PTM) dan cedera di jalan raya. Saat ini hanya kota Bandung dan Jakarta dari Indonesia yang masuk dalam jaringan kemitraan tersebut. Michael R. Bloomberg sebagai inisiator utama ‘The Partnership for Healthy Cities’ telah menegaskan bahwa para pemimpin lokal, yaitu kepala pemerintah kota di seluruh dunia perlu memberlakukan kebijakan kota yang mampu meningkatkan derajat kesehatan dan menyelamatkan nyawa warganya.
Dengan mayoritas populasi dunia sekarang tinggal di daerah perkotaan, setiap pemerintah kota perlu untuk mengubah strategi perang melawan PTM dan cedera di jalan raya, dengan memfasilitasi segenap warga kota untuk berjalan kaki dan bersepeda secara aman dan menyenangkan.
Sudahkah kita bijak?
Sekian
Yogyakarta, 12 Juli 2022
*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, pengguna sepeda di dalam kota.